Bandara Sendai, utara Jepang, Jumat (11/3/2011) |
Masih segar diingatkan kita dua hari yang lalu tepatnya Jumat, 12 Maret 2011 lalu saudara - saudara kita di negara Matahari terbit atau Jepang mengalami bencana yang dahsyat. Yaitu bencana gempa bumi dan tsunami dengan kekuatan 8.8 SR yang pada hari ini Minggu 13 Maret 2011 menurut portal berita detikcom telah direvisi oleh pemerintah Jepang menjadi 9 SR. Gempa dan tsunami di Jepang ini kekuatannya hampir menyamai gempa dan tsunami di Nangroe Aceh Darussalam yaitu sebesar 9.3 SR dan menewaskan kurang lebih 250.000 penduduk di 8 negara termasuk Indonesia 2004 silam. Entah berapa korban jiwa yang telah jatuh akibat gempa dan tsunami di Jepang ini. Sampai detik ini masih belum bisa dipastikan berapa jumlah korban yang pasti.
Awalnya saya dapat berita tentang gempa ini dari Twitter. Dengan begitu cepatnya tak sampai hitungan jam setelah kejadian, semua orang di dunia ini beramai - ramai mengucapkan rasa belasungkawa, keprihatinan dan doa untuk para korban gempa di Jepang. Bahkan Breaking News di TV dan portal berita terupdate se-Indonesia detikcom pun bisa dibilang telat menyampaikan berita dibandingkan dengan para netizen di twitter. Mereka berbondong - bondong meretweet update dari teman dan sanak saudara mereka yang berada di Jepang. Saya sendiri juga sempat heran, kok bisa -bisanya di tengah gempa yang cukup dahsyat jaringan telekomunikasi dan listrik masih tetap menyala. Yang paling buat saya heran lagi masyarakat di Jepang tampak begitu sigap dan tidak panik ketika ada gempa. Mereka tahu bagaimana menyelamatkan diri mereka. Coba bandingkan di Indonesia, ketika ada early warning tsunami dari BMKG akibat dampak gempa di Jepang untuk saudara - saudara kita di Indonesia Timur, semua warga panik berlarian mencari keluarga mereka untuk menyelamatkan diri. Saya sempat berpikir apa peringatan dini yang diaplikasikan oleh BMKG melalui televisi dengan bunyi dengungan panjang dan sms yang disebar otomatis itu yang salah. Atau masyarakat kita yang belum terlatih untuk menghadapi bencana? Padahal Indonesia juga merupakan daerah rawan gempa dan tsunami seperti Jepang.
Kembali ke bahasan twitter, ketika di linimasa atau timeline saling mengucapkan simpati rasa belasungkawa dan berbagi info perkembangan di Jepang, ada segelintir orang yang menurut saya sangat tidak lucu sama sekali memelesetkan bencana ini menjadi sebuah joke. Coba kita bayangkan ketika bencana itu menimpa diri kita sendiri dan orang lain di seberang anda menertawakan anda, bagaimana perasaan anda? Sakit bukan? Ya begitulah perasaan mereka seandainya mereka tahu bahwa ada orang yang menertawakan bencana yang menimpa mereka meskipun hanya di twitter. Mereka butuh doa dan support kita. Bukan malah mengambil kesempatan menjadikannya bahan lelucon.
Awalnya saya dapat berita tentang gempa ini dari Twitter. Dengan begitu cepatnya tak sampai hitungan jam setelah kejadian, semua orang di dunia ini beramai - ramai mengucapkan rasa belasungkawa, keprihatinan dan doa untuk para korban gempa di Jepang. Bahkan Breaking News di TV dan portal berita terupdate se-Indonesia detikcom pun bisa dibilang telat menyampaikan berita dibandingkan dengan para netizen di twitter. Mereka berbondong - bondong meretweet update dari teman dan sanak saudara mereka yang berada di Jepang. Saya sendiri juga sempat heran, kok bisa -bisanya di tengah gempa yang cukup dahsyat jaringan telekomunikasi dan listrik masih tetap menyala. Yang paling buat saya heran lagi masyarakat di Jepang tampak begitu sigap dan tidak panik ketika ada gempa. Mereka tahu bagaimana menyelamatkan diri mereka. Coba bandingkan di Indonesia, ketika ada early warning tsunami dari BMKG akibat dampak gempa di Jepang untuk saudara - saudara kita di Indonesia Timur, semua warga panik berlarian mencari keluarga mereka untuk menyelamatkan diri. Saya sempat berpikir apa peringatan dini yang diaplikasikan oleh BMKG melalui televisi dengan bunyi dengungan panjang dan sms yang disebar otomatis itu yang salah. Atau masyarakat kita yang belum terlatih untuk menghadapi bencana? Padahal Indonesia juga merupakan daerah rawan gempa dan tsunami seperti Jepang.
Kembali ke bahasan twitter, ketika di linimasa atau timeline saling mengucapkan simpati rasa belasungkawa dan berbagi info perkembangan di Jepang, ada segelintir orang yang menurut saya sangat tidak lucu sama sekali memelesetkan bencana ini menjadi sebuah joke. Coba kita bayangkan ketika bencana itu menimpa diri kita sendiri dan orang lain di seberang anda menertawakan anda, bagaimana perasaan anda? Sakit bukan? Ya begitulah perasaan mereka seandainya mereka tahu bahwa ada orang yang menertawakan bencana yang menimpa mereka meskipun hanya di twitter. Mereka butuh doa dan support kita. Bukan malah mengambil kesempatan menjadikannya bahan lelucon.
Tugas kita sebagai manusia untuk selalu intropeksi diri ada atau tidak ada bencana. Mungkin adanya bencana ini bisa kita jadikan renungan bahwa kita harus siap kapanpun dimanapun kita akan dijemput oleh Nya. Kita tak bisa menolak karena kematian itu adalah suatu kepastian.
3 comments:
btul sob, hidup dan mati manusia cuma Tuhan yang tau..
kog ga di kasih read more???
hehehe;)
oya, sekalian minta dukungan bro http://coretan21.blogspot.com/2011/03/harga-jual-blackberry-iphone-laptop_14.html hehehe
jangan lupa follow balik ya....hehehe:D
Salam... :)
Thx bro udah saya follow balik
oke....
wah, lha itu tombol share nya udah di ganti ma yang addthis....
hehehe :D
Post a Comment